Minggu, 13 Juli 2008

PERJANJIAN KERJASAMA oleh Raimond Flora Lamandasa, SH, MKn.

Dewasa ini hampir tidak ada satu orangpun yang bisa melakukan usahanya dengan hanya mengandalkan dirinya sendiri, apalagi jika usaha itu sudah tergolong skala besar. Ada banyak faktor yang menjadi penyebabnya, antara lain karena keterbatasan modal, keterbatasan skill, ataupun karena tuntutan perkembangan usahanya yang semakin maju. Untuk mengatasi kesulitan tersebut maka berkembanglah apa yang dinamakan kerjasama. Sebagai dasar dari kerjasama tersebut dibutuhkan apa yang disebut dengan Perjanjian Kerjasama.

Perjanjian Kerjasama pada prinsipnya dibedakan kedalam 3 pola, yaitu :
1. Joint Venture (Usaha Bersama);
2. Joint Operational (Kerjasama Operasional); dan
3. Single Operational (Operasional Sepihak)

Ad 1). Joint Venture.
Joint Venture adalah merupakan bentuk kerjasama umum, dapat dilakukan pada hampir semua bidang usaha, dimana para pihak masing-masing menyerahkan modal untuk membentuk badan usaha yang mengelola usaha bersama. Contohnya, para pihak bersepakat untuk mendirikan pabrik garment. Untuk mendirikan usaha tersebut masing-masing pihak menyerahkan sejumlah modal yang telah disepakati bersama, lalu mendirikan suatu pabrik.

Ad 2). Joint Operational.
Joint Operational adalah bentuk kerjasama khusus, dimana bidang usaha yang dilaksanakan merupakan bidang usaha yang :
- merupakan hak / kewenangan salah satu pihak
- bidang usaha itu sebelumnya sudah ada dan sudah beroperasional,
dimana pihak investor memberikan dana untuk melanjutkan / mengembangkan usaha yang semula merupakan hak / wewenang pihak lain, dengan membentuk badan usaha baru sebagai pelaksana kegiatan usaha.
Contoh : Kerjasama Operasional (KSO) antara PT. Telkom dengan PT. X untuk pengembangan jaringan pemasangan telepon baru. Untuk pelaksanaannya dibentuk PT. ABC yang sahamnya dimiliki PT. Telkom dan PT. X.

Ad 3). Single Operational.
Single Operational merupakan bentuk kerjasama khusus dimana bidang usahanya berupa “bangunan komersial”. Salah satu pihak dalam kerjasama ini adalah pemilik yang menguasai tanah, sedangkan pihak lain – investor, diijinkan untuk membangun suatu bangunan komersial diatas tanah milik yang dikuasai pihak lain, dan diberi hak untuk mengoperasionalkan bangunan komersial tersebut untuk jangka waktu tertentu dengan pemberian fee tertentu selama jangka waktu operasional dan setelah jangka waktu operasional berakhir investor wajib mengembalikan tanah beserta bangunan komersial diatasnya kepada pihak pemilik / yang menguasai tanah. Bentuk kerjasama ini lasimnya disebut : BOT (Build, Operate and Transfer), dan variannya adalah : BOOT (Build, Own, Operate and Transfer), BLT (Build, Lease and Transfer) dan BOO (Build, Own and Operate).

Sabtu, 12 Juli 2008

Build, Operate and Transfer (BOT) Agreement (Perjanjian Pembangunan, Pengelolaan dan Penyerahan Kembali - Contoh Akta Notaril)

PERJANJIAN PEMBANGUNAN, PENGELOLAAN DAN
PENYERAHAN KEMBALI
(BUILD, OPERATE and TRANSFER / BOT)
Nomor : - -
-Pada hari ini,
.
.
-Menghadap kepada saya, Raimond Flora Lamandasa, Sarjana Hukum, Magister Kenotariatan,
Notaris di ......., dengan dihadiri saksi-saksi yang saya, Notaris, kenal dan akan disebutkan pada akhir akta ini :
I. -Tuan

Ketua Yayasan yang akan disebut dibawah,
bertempat tinggal di Jakarta, Jalan
Rukun Tetangga , Rukun Warga , Kelurahan , Kecamatan Jakarta Pusat, pemegang Kartu Tanda Penduduk nomor
-Menurut keterangannya dalam hal ini bertindak dalam- jabatannya selaku Ketua dan oleh karena itu untuk dan atas nama serta sah mewakili Yayasan.... berkedudukan di Jakarta, yang anggaran dasarnya dimuat dalam akta ter¬tanggal
dibuat di hadapan ......, Sarjana Hukum,Notaris di Jakar¬ta, anggaran dasar beserta perubahannya tersebut telah
diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia- tertanggal
tambahan nomor
-Selanjutnya disebut juga :
- PIHAK PERTAMA -
II. .
.
.

-Selanjutnya disebut juga :
PIHAK KEDUA -
-Para penghadap telah dikenal oleh saya, Notaris.
-Para penghadap masing-masing bertindak dalam kedudukannya sebagaimana tersebut diatas menerangkan :
-Bahwa PIHAK KEDUA merencanakan pembangunan Rumah Sakit ....
.
.
.
yang dilakukan dengan cara membangun, mengelola, dan menyerahkan kembali bangunan tersebut kepada PIHAK PERTAMA, dimana bangunan tersebut didirikan diatas tanah hak milik PIHAK PERTAMA, yaitu :
-sebidang tanah
.
.
.

-Berhubung dengan apa yang diuraikan di atas, para penghadap masing-masing menjalani jabatannya sebagaimana tersebut di atas telah setuju/sepakat untuk dan dengan ini membuat Perjanjian Pembangunan, Pengelolaan, dan Penyerahan Kembali (Build, Operate & Transfer) dengan syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
----------------------------- PASAL 1 --------------------------
--------------- RUANG LINGKUP PEKERJAAN ------------------------
-Berdasarkan Perjanjian Pembangunan, Pengelolaan dan Penyerahan Kembali (Build, Operate & Transfer) yang dibuat dengan akta ini (untuk selanjutnya disebut juga Perjanjian), PIHAK KEDUA berjanji dan mengikatkan diri untuk membangun suatu Bangunan yang akan digunakan untuk Rumah Sakit dan sarana penunjangnya sepanjang sesuai dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku berdasarkan Build, Operate & Transfer (untuk selanjutnya akan disebut BOT), dimana bangunan Rumah Sakit tersebut didirikan di atas sebidang tanah hak/miliknya PIHAK PERTAMA yaitu :
-sebidang tanah yang bersertipikat
----------------------- PASAL 2 -------------------------------
-------------- SYARAT-SYARAT PEMBANGUNAN -------------------------------
2.1. Spesifikasi bangunan terdiri dari gedung Rumah Sakit dan sarana penunjangnya berlantai termasuk lobby dengan luas lantai seluruhnya kurang lebih senilai lebih kurang Rp.
Pembangunan tersebut harus dilaksanakan sesuai dan berdasarkan :
a. Rencana Gambar.-
b. Rencana Anggaran Biaya Proyek.
c. Spesifikasi yang disetujui kedua belah pihak.
-yang harus disetujui kedua belah pihak.
2.2. PIHAK KEDUA dapat menunjuk Konsultan Pengawas dan Konsultan Perencana setelah mendapat persetujuan dari PIHAK PERTAMA.
2.3. Setiap perubahan gambar/rencana proyek yang akan dilakukan PIHAK KEDUA, wajib mendapat persetujuan tertulis lebih dahulu dari PIHAK PERTAMA.
2.4. Penunjukkan kontraktor oleh PIHAK KEDUA wajib mendapat persetujuan tertulis lebih dahulu dari PIHAK PERTAMA, dengan prioritas kepada perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).-
----------------------- PASAL 3 -------------------------
----------- JANGKA WAKTU PELAKSANAAN PROYEK -------------------------
Jangka waktu pelaksanaan pembangunan tersebut yaitu termasuk waktu mempersiapkan, melaksanakan, menyelesaikan sampai dengan waktu menyerahkan hasil pekerjaan selambat-lambatnya
bulan ditambah
bulan waktu pembongkaran dihitung sejak diperolehnya ijin pendahuluan (IP) dari Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Tanpa kewajiban mengeluarkan biaya, ongkos ataupun pengeluaran dalam bentuk apapun atau dalam jumlah berapapun atau memikul tanggung jawab apapun, bersedia dalam batas-batas yang dianggapnya layak memberikan bantuan kepada Pihak Kedua dalam usaha mendapatkan ijin-ijin dan memenuhi semua persyaratan yang diperlukan dari pihak yang berwenang untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban sebagaimana ditetapkan dalam perjanjian ini.
Untuk itu Pihak Kedua wajib menyerahkan jaminan pelaksanaan yang dikeluarkan oleh Bank yang disetujui oleh Pihak Pertama senilai ..% (.........persen) dari nilai BOT yang disetujui. Jaminan mana dapat dicairkan oleh Pihak Pertama setiap saat apabila selama pembangunan Proyek tersebut Pihak Kedua mengundurkan diri atau melakukan cidera janji sebagai- dimaksud pada Pasal 9 perjanjian ini.
------------------------PASAL 4 ----------------------------
----------WAKIL PARA PIHAK DAN WEWENANGNNYA -------------------------
4.1. Guna kelancaran pelaksanaan pekerjaan, dan untuk pelaksanaan secara tertib dari hak-hak dan kewajiban-kewajiban para pihak yang tercantum dalam perjanjian ini, PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA akan menunjuk dan memberi kuasa dari waktu ke waktu kepada wakil mereka masing-masing supaya segala yang meyangkut pelaksanaan pekerjaan, dapat diputuskan menurut prosedur tertentu dalam waktu yang singkat.
4.2. Wakil PIHAK PERTAMA dan wakil PIHAK KEDUA telah diberi batas-batas kuasa masing-masing pihak sehingga mereka mempunyai kewenangan yang jelas akan kebebasan dan batas-batasnya untuk segera mengambil keputusan mengenai masalah yang timbul dari pelaksanaan perjanjian ini.
4.3. Wakil Pihak Pertama dalam pelaksanaan pengawasannya dibantu oleh Konsultan Manajemen Konstruksi/Pengawas yang khusus ditunjuk untuk tujuan tersebut dan wajib memberikan jasa kepada Pihak Pertama sebagai berikut :
a. Memberikan pendapat atas mutu gambar perancangan dan perubahannya;
b. Melakukan penilaian (evaluasi) dan tanggapan atas laporan Pihak Kedua tentang kemajuan atau kemacetan atau kelambatan atas pelaksanaan fisik dari kegiatan pekerjaan dan mutu pekerjaan serta bahan-bahan yang digunakan oleh Pemborong/Kontraktor;
c. Mengadakan penelitian (evaluasi) atas laporan Pengawas mengenai perkembangan dan kemajuan fisik pekerjaan dari segi kebenarannya, mutu dan kesesuaiannya dengan jadwal penyelesaian pekerjaan.
4.4 Wakil Pihak Pertama berhak memberi teguran-teguran, pemberitahuan-pemberitahuan dan penyampaian, permintaan-permintaan koreksi dan penyesuaian dengan ketentuan-ketentuan perjanjian ini kepada Pihak Kedua atau pemborong utama atau kontraktor-kontraktor lain sehubungan dengan jadwal dan mutu pekerjaan yang telah disepakati oleh Pihak Pertama dan Pihak Kedua.
4.5. Apabila dalam waktu paling lambat 14 (empatbelas) hari setelah menyampaikan teguran-teguran, pemberitahuan-pemberitahuan, dan permintaan koreksi dan penyesuaian tersebut dalam pasal 4.4 dari perjanjian ini, Pihak Kedua atau pemborong utama, kontraktor-kontraktor atau sub-kontaraktor lain yang berada dalam pengawasan dan koordinasi Pihak Kedua tidak mengambil langkah-langkah yang dalam anggapan Pihak Pertama cukup tanggap dan memuaskan, maka Pihak Pertama berhak sepenuhnya untuk melaksanakan hal-hal yang ditegurkan dan dimintakan koreksi dan penyesuaiannya tersebut atas beban, biaya dan tanggung jawab Pihak Kedua atau menahan pencairan jaminan keuangan (sebagaimana dimaksud pasal 3 dari perjanjian ini) oleh Pemborong Utama, Kontraktor-kontraktor atau sub-kontraktor lain tersebut- (sebagaimana relevan).-
4.6. Sebagaimana halnya dengan setiap pembayaran atau- penggantian biaya oleh Pihak Kedua yang disebut dalam perjanjian ini, maka pembayaran biaya yang tercantum dalam pasal 4.5 perjanjian ini wajib dibayar oleh Pihak Kedua paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah- diminta secara tertulis oleh Pihak Pertama apabila dalam waktu 30 (tiga puluh) hari tersebut pembayaran biaya pembangunan belum juga dilakukan oleh Pihak Kedua, maka Pihak Kedua dengan ini memberi kuasa mutlak dan tanpa syarat yang tak dapat ditarik kembali kepada Pihak Pertama untuk atas pilihan sendiri oleh Pihak Pertama melakukan salah satu dari tindakan sebagai berikut : -
a. menerima pengalihan tagihan-tagihan Pihak Kedua kepada pihak ketiga sehubungan dengan pengoperasian dan pengelolaan Tanah dan Rumah Sakit oleh Pihak Kedua, dan atas nama Pihak Kedua memberitahukan kepada penyewa-penyewa Rumah Sakit tentang adanya pengalihan tagihan ini dan bahwa pengalihan tagihan ini dilakukan oleh Pihak Kedua kepada Pihak Pertama untuk melunasi pembayaran biaya pembangunan, termasuk biaya yang termaksud dalam Pasal 4.5 Perjanjian ini ; atau-
b. mencairkan Jaminan Pelaksanaan sebagaimana dimaksud pasal 3 dari perjanjian dan membayar biaya termaksud dalam Pasal 4.5 dari perjanjian ini.
-----------------------PASAL 5 --------------------------------
--------------------- BIAYA PROYEK -----------------------------
Seluruh biaya Proyek yang terdiri dari :
1. Biaya Perijinan antara lain ijin untuk Mendirikan Bangunan (IMB), Ijin Penggunaan Bangunan (IPB);
2. Biaya pembangunan phisik Proyek;
3. Biaya sarana dan prasarana;
4. Biaya-biaya lain sehubungan dengan pelaksanaan perjanjian ini sesuai spesifikasi yang disetujui oleh kedua belah pihak dan yang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari perjanjian ini menjadi tangungan Pihak Kedua.
----------------------- PASAL 6 -------------------------------
-------------------JAMINAN-JAMINAN ------------------------------
6.1. Pihak Kedua menjamin Pihak Pertama bahwa selama pelaksanaan pembangunan Proyek tersebut dan selama berlangsungnya pengelolaan, Pihak Pertama tidak akan mendapat tuntututan atau tagihan dari siapapun juga dan menjamin bahwa segala biaya-biaya dan ongkos-ongkos, pengeluaran dan beban lainnya yang timbul atau mungkin timbul terhadap Pihak Kedua berdasarkan tuntutan atau tagihan tersebut sepenuhnya menjadi tanggungan Pihak Kedua oleh karena itu Pihak Kedua setuju untuk- membebaskan Pihak Pertama atas segala tuntutan atau gugatan baik pidana maupun perdata, baik dari orang Pihak Kedua sendiri agennya maupun Pihak Ketiga lainnya terhadap segala kerugian yang timbul akibat kesengajaan dan atau kelalaian Pihak Kedua dalam pelaksanaan- perjanjian ini.
6.2 Pihak Pertama menjamin Pihak Kedua tidak akan mendapat tuntutan atau tagihan dari siapapun juga yang menyatakan mempunyai hak atau turut mempunyai hak atas tanah sertipikat Hak ................. Nomor .................., dan apabila jangka waktu hak habis, Pihak Pertama berkewajiban untuk memperpanjang masa berlaku sertipikat tanah tersebut atau biaya sendiri.-
-----------------------PASAL 7 ------------------------------
------------------HAK DAN KEWAJIBAN --------------------------------
7.1. Berdasarkan Perjanjian ini, Pihak Kedua berhak- mengelola Proyek selama jangka waktu .... (...........) tahun terus-menerus terhitung sejak proyek siap ditempati untuk digunakan sebagai bangunan Rumah Sakit asal saja penggunaannya tidak bertentangan dengan perundang-undangan.
7.2. Selama masa pengelolaan Proyek tersebut berlaku dan 1 (satu) tahun sesudah berakhirnya jangka waktu pengelolaan, Pihak Kedua wajib atas biayanya sendiri melaksanakan pemeliharaan dengan sebaik-baiknya, melakukan perbaikan/renovasi dari waktu kewaktu, dan menjamin bahwa selama masa pengelolaan berlaku dan satu tahun sesudah berakhirnya jangka waktu pengelolaan, Pihak Kedua senantiasa selalu menjaga agar nilai teknis, fungsi, komersil dan estetika dari Proyek tersebut tidak akan surut/berkurang, kecuali hal-hal yang bersifat alami dan wajib menutup jaminan asuransi dengan kondisi Property All Risk dan atau bahaya lainnya atas Proyek tersebut pada perusahaan- (perusahaan) asuransi hingga jumlah nilai jaminan yang disetujui oleh kedua belah pihak.
7.3. Setelah masa pengelolaan Proyek oleh Pihak Kedua berakhir, hari pertama setelah selesai masa pengelolaan ... (.........) tahun, Pihak Kedua wajib menyerahkan Proyek tersebut kepada Pertama dalam keadaan baik dan utuh sesuai dengan spesifikasi yang telah disetujui serta dilengkapi dengan dokumen- dokumen dan gambar-gambar berkenaan dengan pembangunan Proyek dan bebas dari segala bentuk beban apapun juga, tidak dalam sengketa dan tidak dalam keadaan hendak dikenakan sita jaminan maupun sita eksekusi.
------------------------PASAL 8 ---------------------------------------
---------------------SANKSI/DENDA ----------------------------------
-Apabila Pihak Kedua oleh sebab apapun juga terlambat- menyelesaikan pembangunan Proyek tersebut sesuai dengan jangka waktu yang telah disetujui oleh para pihak, maka Pihak Kedua dikenakan denda keterlambatan sebesar Rp.
.
untuk setiap hari keterlambatan dari nilai Proyek, dengan ketentuan jumlah denda maksimal adalah ... % (.............. persen) dari proyek, denda mana wajib dibayar dengan seketika dan sekaligus.-
-----------------------Pasal 9 ------------------------------------
---------PERISTIWA CIDERA JANJI DAN AKIBATNYA -------------------------
9.1. -Keterlambatan penyelesaian pekerjaan yang melewati waktu 3 (tiga) bulan, kecuali force majeure merupakan dan selanjutnya disebut Peristiwa Cidera Janji Pihak Kedua.
-Dalam hal demikian setelah Pihak Pertama memberikan peringatan secara tertulis sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut, masing-masing peringatan berlaku paling sedikit 14 (empatbelas) hari kerja, ternyata Pihak Kedua tidak atau belum melakukan tindakan untuk memulihkan Peristiwa Cidera Janji, maka Pihak Pertama berhak menunjuk Pihak Ketiga untuk menyelesaikan Proyek atas biaya Pihak Kedua atau memutuskan- Perjanjian ini dengan pemberitahuan secara tertulis kepada Pihak Kedua.
9.2. Di dalam hal terjadinya Peristiwa Cidera Janji yang diikuti oleh pemutusan Perjanjian ini sebagaimana dimaksud dalam ayat 9.1 di atas, maka kedua belah pihak setuju dan karenanya mengikatkan diri untuk melakukan perhitungan mengenai nilai pekerjaan yang telah dilakukan oleh Pihak Kedua hingga tanggal efektif pemutusan Perjanjian ini.
9.3. -Pelaksanaan perhitungan dimaksud akan dilakukan oleh Penilai.
-Dalam hal para pihak tidak mencapai mufakat dalam hal memilih Penilai dimaksud di dalam waktu 30 (tigapuluh) hari takwim terhitung tanggal efektif pemutusan Perjanjian ini, maka Penilai tersebut akan dipilih/ ditunjuk oleh Ketua Badan Arbitrase atas permintaan tertulis dari para pihak secara bersama atau oleh masing-masing pihak secara sendiri-sendiri.
9.4. Penilai akan melakukan penilaian sesuai dengan prinsip-prinsip penilaian yang berlaku di Indonesia terhadap pekerjaan penataan, pengembangan dan- pembangunan yang telah dilakukan oleh Pihak Kedua hingga tanggal efektif pemutusan Perjanjian, dan melaporkannya kepada para pihak secara tertulis.
9.5. Dalam waktu 7 (tujuh) hari takwim setelah tanggal penerimaan laporan tertulis dari Penilai, Pihak Kedua wajib memutuskan dan memberitahukan keputusannya tersebut kepada Pihak Pertama secara tertulis sebagai berikut :
- Memutuskan untuk menunjuk pihak ketiga untuk melanjutkan penataan, pengembangan dan pembangunan Proyek dan penunjukkan pihak ketiga untuk meneruskan Proyek tersebut harus mendapat persetujuan dari Pihak Pertama.
- Bilamana dalam waktu 3 (tiga) bulan belum berhasil menunjuk pihak ketiga untuk meneruskan pekerjaan yang belum terselesaikan, maka Pihak Pertama berhak mengerjakan sendiri atau menunjuk pihak lain untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut, dengan ketentuan Pihak Pertama tidak diwajibkan untuk membayar ganti kerugian kepada Pihak Kedua.
-----------------------Pasal 10 -------------------------------
--------------------FORCE MAJEURE -------------------------------
10.1. Para pihak secara bersama-sama maupun masing-masing sendiri tidak akan bertanggung-jawab terhadap perubahan Peraturan Pemerintah atau dituntut untuk bertanggung-jawab atas setiap keterlambatan atau kegagalan untuk memenuhi suatu atau beberapa kewajibannya sebagaimana dirinci di dalam Perjanjian ini, apabila keterlambatan atau kegagalan tersebut diakibatkan oleh kejadian atau peristiwa yang secara layak dan patut tidak dapat dihindarkan/dielakkan atau berada di luar kemampuan para pihak untuk- menghindarkan kejadian atau peristiwa tersebut (Force majeure).
-Kejadian atau peristiwa dimaksud, termasuk tetapi tidak terbatas pada kecelakaan, kehendak Tuha, huru-hara, epidemi, perang, perubahan peraturan perundang-undangan, tindakan pemerintah, jatuhnya kapal terbang, kekacauan sosial, dan bencana alam.
10.2. Di dalam hal terjadinya suatu atau beberapa kejadian atau peristiwa sebagaimana dimaksud dalam ayat 10.1 di atas, para pihak secara bersama-sama maupun masing-masing sendiri, dengan dilandasi itikad baik akan melakukan setiap dan seluruh upaya dan usaha semaksi¬mal mungkin agar kejadian atau peristiwa tersebut dapat dihindarkan/berakhir atau paling sedikit akibat dari kejadian atau peristiwa dimaksud ditekan menjadi seminimal/sesingkat mungkin.
-----------------------Pasal 11 ---------------------------------
-------------------A S U R A N S I -------------------------------
11.1. Selama Pihak Kedua melaksanakan pembangunan sampai selesai, Pihak Kedua wajib mengasuransikan Proyek yang dibangun tersebut dengan Contruction All Risk untuk jumlah dan syarat-syarat yang disetujui oleh Pihak Pertama.
11.2. Setelah Proyek selesai dan dikelola oleh Pihak Kedua,- selama ... (.............) tahun tersebut, Pihak Kedua wajib mengasuransikan bangunan dan sarana-sarananya dengan kondisi Property All Risk, untuk jumlah dan syarat-syarat yang disetujui oleh Pihak Pertama, dan apabila terjadi musibah, maka claim asuransi yang didapat harus digunakan untuk memperbaiki/membangun kembali Proyek tersebut.
-----------------------Pasal 12 ----------------------------------
--------------------PEMINDAHAN HAK -------------------------------
Masing-masing pihak berjanji dan mengikat diri tidak akan memindahkan haknya/bahagiannya dalam Perjanjian ini tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari pihak lainnya, kecuali sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat 9.5 di atas.
-----------------------Pasal 13-------------------------------
--------------PENYELESAIAN PERSELISIHAN --------------------------
13.1. -Jika ada sesuatu hal yang tidak atau tidak cukup di atur dalam akta ini, maka hal itu akan diputuskan oleh para pihak bersama secara musyawarah.-
-Jikalau dalam hal itu mereka tidak dapat mencapai persetujuan atau jika diantara para pihak timbul perselisihan tentang arti atau bolehnya dijalankannya sesuatu peraturan yang tersebut dalam akta ini, sedang mereka dengan cara lain tidak dapat menyelesaikan perselisihan itu, maka perselisihan itu akan diputus¬kan oleh satu oang Arbiter yang ditunjuk bersama oleh para pihak atau bilamana mereka tidak menyetujui satu orang Arbiter, oleh tiga orang Arbiter, yakni masing-masing pihak mengangkat seorang Arbiter ditambah dengan seorang Arbiter yang dipilih oleh kedua orang Arbiter yang diangkat oleh masing-masing pihak itu.
13.2. -Jikalau dalam pengangkatan para Arbiter tidak ada persesuaian faham mengenai pengangkatan Arbiter yang ketiga atau jika dalam waktu dua minggu setelah- diminta oleh pihak yang satu, pihak yanglain tidak menunjuk seorang Arbiter, maka salah satu pihak dapat minta kepada hakim yang berwenang untuk menunjuk tiga orang Arbiter.
-Dalam hal demikian, maka terserah kepada hakim yang berwenang untuk merumuskan soal atau soal-soal yang menjadi perselisihan itu.
-Para Arbiter tersebut akan memutuskan sebagai orang yang jujur dan sebagai hakim yang tertinggi.
-----------------------Pasal 14 --------------------------------
--------------------KETENTUAN LAIN -----------------------------
14.1. Selama Pihak Kedua mengelola Proyek, Pihak Kedua tidak diperkenankan untuk menjual atau menjaminkan tanah dan Proyek kepada pihak lain tanpa persetujuan tertulis dari Pihak Pertama.
14.2. Bilamana dalam pelaksanaan Proyek, Pihak Kedua memerlukan pembiayaan berupa pinjaman dari pihak lain, maka yang boleh diagunkan/dijaminkan oleh Pihak Kedua adalah hanya berupa tagihan (tagihan) uang sewa atas Proyek yang akan diperoleh.
14.3. Penunjukkan perusahaan yang akan melakukan Maintenance Service oleh Pihak Kedua harus mendapat persetujuan Pihak Pertama.
14.4. Perjanjian ini mulai berlaku setelah Bank Garansi sebesar ..% (.........................) dari nilai BOT yang disetujui sebagai jaminan pelaksanaan diterima oleh Pihak Pertama atau selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari semenjak perjanjian ini ditanda-tangani, dalam hal Pihak Kedua tidak dapat menyerahkan jaminan pelaksanaan tersebut pada waktunya, maka Pihak Pertama dapat membatalkan Perjanjian ini secara sepihak, segala biaya yang telah dikeluarkan menjadi tanggung-jawab/beban Pihak Kedua.
14.5. Pihak Pertama akan mendampingi Pihak Kedua dalam proses pembangunan Rumah Sakit mengenai mutu dan kwalitas bangunan serta berhak menolak apabila tidak sesuai dengan spesifikasi yang telah disetujui bersama.
-----------------------Pasal 15 ---------------------------------
---------------------PEMBERITAHUAN------------------------------
-Setiap pemberitahuan, surat-surat, tawaran, permintaan, persetujuan dan lain sebagainya sehubungan dengan Perjanjian ini harus dilakukan secara tertulis kepada alamat- sebagaimana tercantum dibawah ini.
-Segala pemberitahuan menurut Perjanjian ini dianggap telah dikirimkan dan diterima oleh para pihak bila disampaikan ke alamat sebagai berikut :
PIHAK PERTAMA :
N a m a : .
.
Alamat : .
.
.
Nomor faksimile :
Nomor telepon :
- PIHAK KEDUA :-
N a m a : .
.
Alamat : .
.
.
Nomor faksimile :
Nomor telepon :
.
-Setiap pihak dapat mengubah alamatnya dengan membuat- pemberitahuan tertulis pada pihak lainnya.
-----------------------PASAL 16 ----------------------------------
--------------------DOMISILI HUKUM -------------------------------
-Mengenai perjanjian ini dan segala akibatnya serta- pelaksanaannya para pihak memilih tempat tinggal yang tetap dan seumumnya di Kantor Panitera Pengadilan Negeri
.
-----------------DEMIKIAN AKTA INI -----------------------------------
-Dibuat dan diresmikan di ..., pada hari dan tanggal tersebut pada bagian awal akta ini, dengan dihadiri oleh :-
1. Tuan
.
.
2. Nyonya
.
.
sebagai saksi-saksi.
-Segera setelah akta ini dibacakan oleh saya, Notaris,
kepada para penghadap dan saksi-saksi, maka akta ini ditanda tangani oleh para penghadap saksi-saksi dan saya, Notaris.
-Dilangsungkan dengan
.
.
-Minuta akta ini telah ditanda tangani dengan sempurna.
-Dikeluarkan sebagai

(dokumentasi pribadi : Raimond Flora Lamandasa, SH, MKn.)

BAGIAN AHLI WARIS menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI)

Kompilasi Hukum Islam (KHI) mengatur bagian-bagian para ahli waris (dalam Hukum Waris Islam), seperti tersebut berikut ini :

1. Anak Perempuan :
• ½, bila seorang diri (anak tunggal & perempuan)
• 2/3, bila jika 2 orang atau lebih
• 1 : 2 (ashobah), bila bersama anak laki-laki

2. Ayah :
• 1/3, bila tidak ada anak
• 1/6, bila ada anak
• Ashobah, bila seorang diri

3. Ibu :
• 1/3, bila tidak ada anak / tidak ada 2 orang saudara atau lebih
• 1/6, bila ada anak / ada 2 orang saudara atau lebih
• 1/3, dari sisa sesudah diambil bgn janda atau duda bila bersama ayah (tidak ada anak / tidak ada 2 orang saudara atau lebih)

4. Duda :
• ½, bila tidak ada anak
• ¼, bila ada anak

5. Janda :
• ¼, bila tidak ada anak
• 1/8, bila ada anak

6. Saudara Laki-laki dan Saudara Perempuan seibu :
• 1/6, bila hanya seorang, tidak ada anak atau ayah
• 1/3, bersama-sama, bila jumlah saudara 2 orang atau lebih, tidak ada anak atau ayah

7. Sdr Perempuan Kandung (seayah) :
• ½, bila hanya seorang, tidak ada anak atau ayah
• 2/3 bersama-sama, bila 2 orang atau lebih, tidak ada anak atau ayah
• 1 : 2 (ashobah), bila bersama saudara laki-laki kandung atau seayah

BOT (Build, Operate and Transfer) Oleh Raimond Flora Lamandasa, SH, MKn.

Dewasa ini berkembang satu varian perjanjian yang sering sekali digunakan dikalangan bisnis sebagai konsekuensi dari semakin majunya perkembangan dunia usaha, perjanjian ini adalah BOT (Build Operate and Transfer). Sebagai pengantar untuk mengetahuinya, berikut ini adalah prinsip-prinsip dasar BOT, sebagai berikut :

A. Unsur-unsur BOT :
- Investor (penyandang dana)
- Tanah
- Bangunan komersial
- Jangka waktu operasional
- Penyerahan (transfer)

B. Asaz dasar BOT :
Adalah adanya pemisahan yang tegas antara :
1. Pemilik (yang menguasai tanah) ; dengan
2. Investor (penyandang dana)

C. Obyek BOT :
1. Bidang usaha yang memerlukan suatu bangunan (dengan atau tanpa teknologi tertentu) yang merupakan komponen utama dalam usaha tersebut disebut sebagai bangunan komersial

2. Bangunan komersial tersebut dapat dioperasikan dalam jangka waktu relatif lama, untuk tujuan :
- Pembangunan prasarana umum, seperti jalan tol, pembangkit listrik, sistem telekomunikasi, pelabuhan peti kemas dan sebaainya
- Pemangunan properti, seperti pusat perbelenjaan, hotel, apartemen dan sebagainya.
- Pembangunan prasarana produksi, seperti pembangunan pabrik untuk menghasilkan produk tertentu.

D. Pengertian BOT :
BOT bisa terjadi dalam hal, jika :
1. Ada pemilik tanah atau pihak yang menguasai tanah, ingin membangun suatu bangunan komersial di atas tanahnya tetapi tidak mempunyai biaya, dan ada investor yang bersedia membiayai pembangunan tersebut.
atau
2. Ada investor yang ingin membangun suatu bangunan komersial tetapi tidak mempunyai tanah yang tepat untuk berdirinya bangunan komersial tersebut, dan ada pemilik tanah yang bersedia menyerahkan tanahnya unt tempat berdirinya bangunan komersial tersebut.
3. Investor membangun suatu bangunan komersial di atas tanah milik pihak lain, dan setelah pembangunan selesai investor berhak mengoperasionalkannya untuk jangka waktu tertentu. Selama jangka waktu operasional, pihak pemilik tanah berhak atas fee tertentu.
4. Setelah jangka waktu operasional berakhir, investor wajib mengembalikan tanah kepada pemiliknya beserta bangunan komersial di atasnya.

E. Pengertian BOT Agreement :
BOT Agreement adalah perjanjian antara 2 (dua) pihak, dimana pihak yang satu menyerahkan penggunaan tanah miliknya untuk di atasnya didirikan suatu bangunan komersial oleh pihak kedua (investor), dan pihak kedua tersebut berhak mengoperasikan atau mengelola bangunan komersial untuk jangka waktu tertentu dengan memberikan fee (atau tanpa fee) kepada pemilik tanah, dan pihak kedua wajib mengembalikan tanah beserta bangunan komersial di atasnya dalam keadaan dapat dan siap dioperasionalkan kepada pemilik tanah setelah jangka waktu operasional tersebut berakhir.
--> BOT Agreement sebaiknya dibuat Notaril (contoh draft BOT Agreement lihat dalam label akta notaril : Perjanjian Pembangunan, Pengelolaan dan Penyerahan Kembali (Build, Operate and Transfer / BOT).

F. Jenis-jenis BOT :
- BOOT (Build, Own, Operate and Transfer).
- BLT (Build, Lease and Transfer).

Jumat, 04 Juli 2008

Perjanjian Pembiayaan Modal Ventura Oleh Raimond Flora Lamandasa, SH, MKn.

KARAKTERISTIK BISNIS VENTURA

Menurut Munir Fuady, Modal Ventura mempunyai karakteristik, antara lain sebagai berikut :
a. Pemberian bantuan finansial dalam bentuk modal ventura yang tidak hanya menginvestasikan modalnya saja, tetapi juga ikut terlibat dalam manajemen perusahaan yang dibantunya.
b. Investasi yang dilakukannya tidaklah bersifat permanen, tetapi hanyalah bersifat sementara, untuk kemudian sampai masanya dilakukan divestasi.
c. Motif dari Modal Ventura yang murni tetap motif bisnis, yaitu untuk mendapatkan keuntungan yang relatif tinggi, walaupun dengan resiko yang relatif tinggi pula. Jadi bukan bermotif belas kasihan. Karena mengharapkan keuntungan yang relatif tinggi, maka rata-rata return yang diharapkan jauh melebihi bunga kredit bank.
d. Investasi dengan bentuk modal ventura yang dilakukan ke dalam Perusahaan Pasangan Usaha (PPU) bukanlah jangka pendek, melainkan merupakan investasi jangka menengah atau jangka panjang.
e. Investasi tersebut bukan bersifat pembiayaan dalam bentuk pinjaman, melainkan dalam bentuk partisipasi equity, atau setidak-tidaknya loan yang dapat dialihkan ke equity (convertible). Karenanya return yang diharapkan oleh perusahaan modal ventura bukanlah bunga atas modal yang ditanam, melainkan deviden dan capital gain. Oleh sebab itu, return-nya bersifat slow yielding dan tidak teratur.
f. Pada prinsipnya modal ventura merupakan investasi tanpa jaminan collateral, karena itu lebih dibutuhkan kehati-hatian dan kesabaran.
g. Prototype dari pembiayaan dengan modal ventura adalah pembiayaan yang ditujukan kepada perusahaan kecil atau perusahaan baru, tetapi menyimpan potensi besar untuk berkembang.
h. Biasanya investasi modal ventura dilakukan terhadap perusahaan yang tidak mempunyai akses untuk mendapatkan kredit perbankan.

PENGERTIAN VENTURA
Beberapa definisi Modal Ventura, sebagaimana dikutip oleh Munif Fuady dalam Usahawan (Oktober 1991:21, hal 136-137), disebutkan antara lain :
a. Clinton Richardson mendefinisikan modal ventura sebagai jumlah dana yang diinvestasikan ke dalam perusahaan pasangan usaha yang cukup beresiko tinggi bagi investor. Perusahaan pasangan usaha tersebut biasanya dalam kondisi tidak memungkinkan mendapatkan kredit bank dan perusahaan modal ventura biasanya mengharapkan return yang tinggi, sehingga memerlukan perusahaan pasangan usaha yang benar-benar mempunyai prospek yang bagus. Perusahaan pemodal ventura biasanya memberikan juga bantuan manajemen untuk memberikan nilai tambah terhadap investasinya.
b. Tony Lorenz menyatakan bahwa dalam artinya yang luas, modal ventura tidak lain dari bentuk investasi jangka panjang, dimana tujuan utama dan sebagai kompensasi atas resiko yang tinggi dari investasinya adalah perolehan keuntungan, bukan pendapatan deviden ataupun bunga.
c. Handowo Dipo menyatakan bahwa modal ventura sebagai suatu dana usaha dalam bentuk saham atau pinjaman yang bisa dialihkan menjadi saham. Sumber dana tersebut adalah perusahaan modal ventura yang mengharapkan keuntungan dari investasinya tersebut.
d. Pasal 1 Ayat (11) Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan menyebutkan bahwa :
“Modal Ventura adalah sebagai usaha pembiayaan dalam bentuk penyertaan modal ke dalam suatu perusahaan yang menerima bantuan pembiayaan (investee company) untuk jangka waktu tertentu”.

JENIS-JENIS VENTURA
Dalam praktek, perusahaan pemberi modal ventura memberikan bantuannya kepada perusahaan pasangan usaha, dalam berbagai pilihan jenis pembiayaan, antara lain :
a. Pemberian modal penyertaan dengan bantuan manajemen, artinya modal ventura diberikan oleh perusahaan ventura disertai dengan masuknya wakil perusahaan ventral pemberi modal tersebut ke dalam perusahaan pasangan usaha sebagai pengurus perusahaan. Praktek tersebut lazim disebut sebagai bantuan manajemen kepada perusahaan pasangan usaha, walaupun sering kali terjadi justru hal ini dapat meyulitkan operasional perusahaan pasangan usaha tersebut.
b. Pemberian modal penyertaan tanpa bantuan manajemen, hal ini berarti sebaliknya dengan poin a tersebut di atas. Dengan jenis ini, perusahaan pasangan usahanya karena perusahaan modal ventura tidak ikut campur dalam manajemen perusahaan pasangan usaha yang bersangkutan.
c. Pemberian modal pinjaman/kredit murni. Pada dasarnya jenis ini tidaklah termasuk model ventura, karena sudah tidak termasuk penyertaan, tetapi sudah menjadi kredit atau pinjaman murni. Dalam neraca perusahaan pasangan usaha pun modal ini tidak dimasukkan ke dalam pos “Modal” atau “Penyertaan Pihak Ketiga” tetapi dimasukkan ke dalam pos “Pinjaman yang Diterima”. Begitu pun oleh perusahaan modal ventura, dalam neracanya dimasukkan ke dalam pos “Pinjaman yang Diberikan”, bukan pada pos “Penyertaan”.

KEWAJIBAN PARA PIHAK
Yang dimaksud dengan para pihak di sini tidak lain adalah pihak yang memberikan modal ventura atau perusahaan modal ventura, dan pihak yang menerima modal ventura atau perusahaan pasangan usaha.

o Kewajiban Perusahaan Modal Ventura
Pada dasarnya, kewajiban Perusahaan Modal Ventura hanyalah berupa penyediaan uang atau modal kepada perusahaan pasangan usaha, sebesar yang telah disepakati sebelumnya dalam kontrak (perjanjian pemberian modal ventura). Namun demikian perusahaan modal ventura masih dituntut untuk memenuhi kewajiban yang lain, yaitu antara lain :
a. Melakukan pembinaan terhadap perusahaan pasangan usahanya, baik atas usaha (operasional, manajemen dan keuangan) yang dibiayai dengan modal tersebut;
b. Melakukan pelaporan-pelaporan yang diwajibkan oleh pemerintah, khususnya yang berkenaan dengan bantuan dan pembinaan pengusaha kecil yang ada di daerahnya.

o Kewajiban Perusahaan Pasangan Usaha
Dari pengertian modal ventura yang telah diuraikan sebelumnya, maka pada dasarnya kewajiban debitur ada 3 (tiga) yaitu :
a. Mengembalikan modal yang telah diterimanya tersebut kepada perusahaan modal ventura setelah jangka waktu tertentu yang telah disepakati sebelumnya dalam kontrak (perjanjian pemberian modal ventura);
b. Membayar bunga atau bagi hasil pemberian modal tersebut sebesar berapa yang telah disepakati sebelumnya dalam kontrak (perjanjian pemberian modal ventura);
c. Menerima adanya bantuan manajemen dari perusahaan modal ventura.

Namun demikian, dalam perjalanannya banyak hal yang ternyata menjadi kewajiban perusahaan pasangan usaha yang harus dipenuhi, dalam rangka keyakinan perusahaan modal ventura untuk pemenuhan kewajiban pengembalian pemberian bantuan modal ventura tersebut. Dan hal ini oleh perusahaan modal ventura dimasukkan sebagai materi (pasal-pasal) dalam kontrak (perjanjian pemberian modal ventura), seperti misalnya laporan atas usaha dan penggunaan modal yang telah diterimanya.

Kemudian, dalam rangka hubungannya dengan pihak ketiga atau proses pembangunan, perusahaan pasangan usaha juga dituntut kewajibannya untuk selalu memonitor usahanya agar tidak merugikan pihak ketiga, antara lain yang dapat disebutkan di sini adalah :
a. Wajib memperhatikan dan memelihara lingkungan hidup;
b. Mematuhi segala peraturan ketenagakerjaan;
c. Mematuhi segala kewajiban perpajakan, dan lain-lain.

SYARAT-SYARAT YANG LAZIM DIPERJANJIKAN
Syarat-syarat yang lazim diperjanjikan dalam kontrak/perjanjian pemberian modal ventura, antara lain adalah :
a. Suku bunga atau besarnya persentase bagi hasil dari modal ventura yang diberikan;
b. Jangka waktu penggunaan modal ventura oleh perusahaan pasangan usaha.
c. Cara-cara pengembalian modal ventura dari perusahaan pasangan usaha kepada perusahaan modal ventura.
d. Jaminan atau agunan atas pemberian modal ventura tersebut.
e. Biaya yang harus dikeluarkan dan menjadi tanggungan perusahaan pasangan usaha.
f. Asuransi jiwa dan kerugian.
g. Bantuan manajemen atau keikutsertaan pihak perusahaan modal ventura ke dalam manajemen/operasional perusahaan pasangan usaha; dan sebagainya termasuk di dalamnya syarat yang biasa disebut juga sebagai syarat-syarat positive covenant dan negative covenant seperti halnya dengan pemberian kredit oleh bank kepada debiturnya dan atau perusahaan leasing (lessor) kepada lessee.

Seluruh syarat tersebut di atas dimasukkan ke dalam pasal-pasal kontrak/perjanjian pemberian modal ventura, apalagi kontrak-kontrak standar yang memang telah disiapkan oleh perusahaan modal ventura.

Azas-azas Hukum Perikatan Oleh Raimond Flora Lamandasa, SH, MKn.

1. Istilah
Kata “Perikatan” merupakan terjemahan dari kata “Verbintenis”. Selain kata “Perikatan”, ada pula yang menterjemahkan verbintenis dengan kata “perutangan” (Prof.Dr. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan,SH.). Namun istilah yang lazim dipergunakan adalah “perikatan”.

2. Tempat Pengaturan dan Sifat
Perikatan diatur dalam Buku III KUHPerdata. Buku III KUHPerdata bersifat terbuka, artinya ketentuan-ketentuan didalamnya dapat disimpangi. Pihak yang berkepentingan dapat membuat ketentuan-ketentuan sendiri yang menyimpang dari Buku III KUHPerdata. Dengan demikian Buku III KUHPerdata bersifat sebagai hukum pelengkap atau aanvullen recht.

3. Pengertian dan Unsur-unsur Perikatan
Perikatan didefinisikan sebagai “hubungan hukum (dalam lapangan hukum harta kekayaan) antara dua pihak yang menimbulkan hak dan kewajiban atas suatu prestasi.”
Dari pengertian tersebut diatas, dapat diketahui unsur-unsur perikatan :
a. Adanya hubungan hukum
b. Adanya dua pihak :
• Kreditur : pihak yang berhak atas suatu prestasi
• Debitur : pihak yang wajib melaksanakan prestasi
c. Adanya hak dan kewajiban
d. Adanya prestasi : ini disebut sebagai pokok perikatan

Bentuk dan wujud prestasi :
a. Memberikan sesuatu
b. Berbuat sesuatu
c. Tidak berbuat sesuatu

Syarat suatu prestasi :
• Tertentu atau dapat ditentukan
• Diperkenankan
• Dimungkinkan : suatu prestasi yang tidak dimungkinkan disebut sebagai syarat potertatif (menyebabkan perjanjian batal demi hukum/nietig/null and void).

4. Sumber Perikatan
a. Diatur dalam KUHPerdata :
• Perjanjian
• Undang-Undang
b. Diluar KUHPerdata :
• Putusan Pengadilan
• Moral

5. Pembedaan Perikatan
a. Obligatio civilis/civielrechtelijk verbintenis/Perikatan perdata : perikatan yang tidak mempunyai akibat hukum.
Obligatio naturalis/Natuurrechtelijk verbintenis/Perikatan wajar/Perikatan alami : perikatan yang tidak mempunyai akibat hukum.
b. Inspanning verbintenis : perikatan yang prestasinya berupa upaya
Resultaat verbintenis : perikatan yang prestasinya berupa hasil
c. Perikatan prinsipal (perikatan pokok) : perikatan yang dapat berdiri sendiri
Perikatan accesoir (perikatan tambahan/pelengkap) : perikatan yang tergantung pada perikatan prinsipal
d. Perikatan sederhana : perikatan yang hanya ada satu jenis prestasi
Perikatan ganda (majemuk) : ada lebih dari satu jenis prestasi

6. Macam-macam Perikatan
a. Perikatan bersyarat : Perikatan yang digantungkan pada suatu peristiwa tertentu yang belum terjadi dan belum tentu akan terjadi.
• Perikatan dengan syarat tangguh : perikatan lahir dengan terjadinya peristiwa
• Perikatan dengan syarat batal : perikatan justru berakhir dengan terjadinya peristiwa
b. Perikatan dengan ketetapan waktu
Perikatan sudah lahir, tetapi pelaksanaannya ditunda sampai waktu yang ditentukan dalam perjanjian.
c. Perikatan tanggung renteng (tanggung menanggung)
• Kreditur tanggung renteng : ada lebih dari satu kreditur terhadap satu debitur
• Debitur tanggung renteng : ada lebih dari satu debitur terhadap satu kreditur
d. Perikatan yang dapat dan tidak dapat dibagi-bagi
• Tidak dapat dibagi-bagi karena sifat dari prestasinya
• Tidak dapat dibagi-bagi karena ditentukan seperti itu oleh para pihak
e. Perikatan manasuka (alternatif)
Debitur diminta memilih satu dari beberapa prestasi yang harus dipenuhi
f. Perikatan dengan ancaman hukuman
Perikatan dimana debitur diwajibkan melakukan sesuatu jika perikatannya tidak dipenuhi.
Tujuan :
• Menjamin agar prestasi dipenuhi debitur
• Membebaskan kreditur dari pembuktian jumlah/besarnya kerugian jika terjadi wanprestasi

7. Wanprestasi dan Overmacht (Force Majeur)
Jika prestasi tidak terlaksana, kemungkinan yang terjadi adalah :
• Wanprestasi atau
• Overmacht
Wanprestasi : tidak terlaksananya prestasi karena kesalahan debitur, baik karena kesengajaan maupun kelalaian.
Bentuk-bentuk wanprestasi :
• Debitur sama sekali tidak berprestasi
• Debitur berprestasi tetapi tidak tepat waktu
• Debitur berprestasi tetapi tidak sesuai dengan yang diperjanjikan
Untuk menyatakan debitur wanprestasi perlu dilakukan somasi (teguran) kepada debitur.
Somasi tidak diperlukan dalam hal :
• Adanya fataal termijn (batas waktu) dalam perjanjian
• Prestasi dalam perjanjian adalah tidak berbuat sesuatu
• Debitur mengakui dirinya wanprestasi
Hal yang dapat dituntut oleh kreditur jika debitur wanprestasi :
• Pemenuhan perjanjian
• Pemenuhan perjanjian ditambah ganti rugi
• Pemutusan perjanjian
• Pemutusan perjanjian ditambah ganti rugi
• Ganti rugi
Unsur-unsur ganti rugi :
• Biaya-biaya (kosten)
• Kerugian (schaden)
• Bunga (interessen)
Overmacht/Force Majeur/Keadaan Memaksa :
Suatu keadaan tak terduga diluar kemampuan menusia yang menyebabkan debitur tidak dapat berprestasi, dan debitur tidak dapat dipersalahkan.
Overmacht dibedakan menjadi dua, yaitu :
a. Overmacht absolut (objektif) : overmacht yang tidak dapat diatasi
b. Overmacht relatif (subjektif) : overmacht yang sesungguhnya dapat diatasi tetapi dengan pengorbanan yang besar
Teori tentang overmacht : Inspanningstheorie (Teori Upaya) dikemukakan oleh Houwing :
“Kalau debitur telah berusaha sebaik mungkin sesuai dengan ukuran yang wajar dalam masyarakat, maka tidak dipenuhinya prestasi tidak dapat lagi dipersalahkan kepadanya.”
Disini yang pokok adalah unsur ketidaksalahan, bukan ketidak mampuan.
Overmacht berkaitan dengan masalah resiko :
Resiko : siapa yang menanggung kerugian.
Asas umum tentang resiko :
• Perjanjian sepihak : resiko ditanggung oleh kreditur
• Perjanjian timbal balik : resiko ditanggung oleh kedua belah pihak

8. Hapusnya Perikatan
Ada sepuluh cara hapusnya perikatan
a. Pembayaran
Pembayaran tidak selalu berwujud uang tetapi dapat pula berwujud penyerahan benda tertentu atau dapat pula berupa pemenuhan jasa.
Pihak yang wajib melakukan pembayaran adalah debitur.
Namun dapat pula terjadi, pembayaran dilakukan oleh pihak ketiga yang berkepentingan. Jika ini yang terjadi, maka timbul
SUBORGASI : penggantian hak-hak kreditur oleh pihak ketiga.
Pembayaran dapat pula dilakukan oleh ‘penanggung’ (Borgtocht).
b. Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan/penitipan (konsinyasi). Dilakukan oleh debitur jika kreditur menolak menerima pembayaran dari debitur. Debitur dapat mengajukan permohonan ke PN agar penawaran tersebut dinyatakan sah, dan uang atau benda yang akan dibayarkan disimpan atau dititipkan di Kepaniteraan PN.
c. Pembaruan hutang (novasi)
Novasi : kesepakatan para pihak untuk menghapus perjanjian yang sudah ada dan bersamaan dengan itu timbul perjanjian baru sebagai penggantinya.
Ada tiga macam novasi :
• Novasi objektif : kreditur dan debitur mengadakan perjanjian baru menggantikan perjanjian lama
• Novasi subjektif pasif : dalam perjanjian baru debitur lama digantikan oleh debitur baru dan debitur lama dibebaskan dari kewajibannya
• Novasi subjektif aktif : dalam perjanjian baru kreditur lama digantikan oleh kreditur baru
d. Perjumpaan hutang (kompensasi)
Terjadi jika antara kreditur dan debitur sama-sama saling mempunyai hutang
e. Percampuran hutang
Terjadi jika kedudukan kreditur dan debitur ada pada satu orang. Dalam keadaan demikian terjadilah percampuran hutang demi hukum.
f. Pembebasan hutang
Terjadi jika kreditur melepaskan haknya atas pemenuhan prestasi oleh debitur.
g. Musnahnya barang yang terutang
Terjadi bila barang yang menjadi objek perjanjian, diluar kesalahan para pihak :
• Musnah atau tidak lagi dapat diperdagangkan
• Hilang sedemikian rupa sehingga sama sekali tidak diketahui apakah barang itu masih ada
h. Kebatalan atau pembatalan
Kebatalan : perikatan yang timbul dari kejahatan atau pelanggaran, atau dalam hal perjanjian perburuhan yang dibuat oleh orang belum dewasa.
Pembatalan : perikatan yang dibuat oleh orang belum dewasa, dibawah pengampunan dan yang dibuat karena paksaan, kekhilafan maupun penipuan.
i. Berlakunya syarat batal
Terjadi jika suatu peristiwa tertentu (yang belum terjadi dan belum tentu akan terjadi) yang diperjanjikan terjadi.
j. Kadaluarsa (lewatnya waktu)
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang segala tuntutan hukum hapus karena lewatnya waktu tiga puluh tahun

EKSISTENSI HAK ULAYAT DALAM HUKUM DI INDONESIA (PENGAKUAN, PENGHORMATAN, DAN PERLINDUNGANNYA) Oleh Raimond Flora Lamandasa, SH, MKn.

Peraturan Perundang-Undangan yang terkait dengan judul diatas, adalah :
1. UUD 1945 pasal 33 ayat 3
2. UUD1945
a. Amandemen II 18 Agustus tahun 2000,
b. Amandemen III 9 November 2001,
c. Amandemen IV 11 Agustus 2002, tentang perubahan pada pasal 18, penambahan pada pasal 18A dan 18B.
3. Tap MPR No.IX/MPR/2001 tentang pembaruan agraria dan pengelolaan SDA.
4. UU No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria
5. UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, yaitu:
a. pasal 5 ayat 3;
b. pasal 6 ayat 1 dan ayat 2.
6. UU no.25 tahun 2000 tentang program pembangunan nasional tahun 2000–2004.
7. Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional No.05 Tahun 1999 tentang pedoman Penyelesaian masalah hak Ulayat masyarakat Hukum Adat.

Sebelum membahas tentang eksistensi Hak Ulayat di Indonesia (Pengakuan, Penghormatan, dan Perlindungannya), perlu dijabarkan peraturan perundang-undangan yang telah disebutkan diatas :

1. UUD 1945 Pasal 33 Ayat 3, berbunyi :
“ Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”

2. UUD 1945 Amandemen II, III, IV, dalam hal perubahan pasal 18 dan penambahan pasal 18A dan 18B serta Pasal 28 I ayat 3.
Pasal 18 ayat 5, berbunyi :
“ Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat.

Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah clan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.

Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang.”

Pasal 18A, berbunyi :
“ Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah propinsi, kabupaten, dan kota, atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.

Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang.”

Pasal 18B, terdiri atas dua ayat :
Ayat 1:
“ Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat
khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.”
Ayat 2:
“ Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat clan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.”

Pasal 28 I ayat 3:
“ Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.”

3. Ketetapan MPR No.IX/MPR/2001 tentang Pembaharuan Agraria Dan Pengelolaan SDA, Pasal 4 :
“ Pembaruan agraria dan pengelolaan SDA harus dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip dalam ayat (j), yaitu: mengakui, menghormati, dan melindungi hak masyarakat hukum adat dan keragaman budaya bangsa atas sumber daya agraria/alam. “

4. UU No. 5 Tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok agraria. Pasal 3 berbunyi :
“ Dengan mengingat ketentuan dalam pasal 1 dan 2 pelaksanaan Hak Ulayat dan Hak-Hak serupa dari masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan peraturan lain yang lebih tinggi.”

5. UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi manusia.
Pasal 5 ayat 3 :
“ Setiap orang yang termasuk kelompok masyarakat yang rentan berhak memperoleh perlakuan dan perlindungan lebih berkenaan dengan kekhususannya.”
Pasal 6 ayat 1 dan 2 :
(1) Dalam rangka penegakan hak asasi manusia, perbedaan dan kebutuhan dalam masyarakat hukum adat harus diperhatikan dan dilindungi oleh hukum, masyarakat, dan Pemerintah.
(2) Identitas budaya masyarakat hukum adat, termasuk hak atas tanah ulayat dilindungi, selaras dengan perkembangan zaman.

Dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional pasal 1, berisi tentang pengertian atas hak Ulayat, tanah ulayat, dan batasan pengertian tentang masyarakat hukum adat (sebagaimana istilah yang terdapat dalam pasal 3 UUPA).

Hak Ulayat atau beberapa istilah yang sejenisnya yang merupakan hak masyarakat hukum adat, adalah kewenangan yang menurut hukum adat dipunyai oleh masyarakat hukum adat tertentu atas suatu wilayah tertentu yang merupakan lingkungan hidup para warganya untuk mengambil manfaat dari sumber daya alam termasuk tanah dalam wilayah tersebut bagi kelangsungan hidup dan kehidupannya yang timbul dari hubungan secara lahiriah dan batiniah, turun temurun,dan tidak terputus antara masyarakat hukum adat tersebut dengan wilayah yang bersangkutan. Dalam UUPA, tidak dijelaskan tentang pengertian Hak Ulayat. Namun dalam kepustakaan hukum adat, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan hak Ulayat adalah beschikkingsrechts. Eksistensi Hak Ulayat telah diakui dalam UUPA, Pengakuan tentang keberadaan Hak Ulayat dapat dibuktikan dengan adanya Pasal 3 UUPA. Pengakuan tersebut timbul, karena Masyarakat Hukum Adat beserta Hak ulayatnya telah ada sebelum terbentuknya negara Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Namun dalam pengakuan eksistensi Hak Ulayat, terdapat batasan-batasan yang diatur dalam Pasal 3 tersebut, yakni mengenai eksistensi dan pelaksanaannya.

Dalam peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 5 Tahun 1999, pada pasal 2 ayat 2 disebutkan bahwa hak ulayat masyarakat hukum adat dianggap masih ada apabila memenuhi tiga syarat :
1. Terdapat sekelompok orang yang masih merasa terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum tertentu, yang mengakui dan menerapkan ketentuan-ketentuan persekutuan tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
2. Terdapat tanah ulayat tertentu yang menjadi lingkungan hidup warga persekutuan hukum tersebut dan tempatnya mengambil keperluan hidup sehari-hari.
3. Terdapat tatanan hukum adat mengenai pengurusan, penguasaan, dan penggunaan tanah ulayat yang berlaku dan ditaati oleh warga persekutuan hukum tersebut.

Maria S.W. Sumardjono dalam bukunya “Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi dan Implementasi” (Penerbit Kompas, Jakarta, 2005) menjelaskan pula tentang kriteria penentu masih ada atau tidaknya Hak Ulayat, yaitu :
1. Adanya masyarakat hukum adat yang memenuhi ciri-ciri tertentu subyek Hak Ulayat
2. Adanya tanah/wilayah dengan batas-batas tertentu sebagai ebensraum yang merupakan obyek Hak Ulayat
3. Adanya kewenangan masyarakat hukum adat untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu.

Pemenuhan kriteria tersebut sesuai dengan rasa keadilan yang didasarkan atas 2 macam pertimbangan, yaitu :
• Apabila Hak Ulayat sudah menipis atau sudah tidak ada lagi, maka harus kita sadari bersama bahwa sebetulnya secara sosiologis masyarakat hukum adat telah berkembang dan menjadi satu bangsa yaitu bangsa Indonesia sejak 17 Agustus 1945.
• Apabila Hak Ulayat dinilai masih ada, maka haruslah diakui keberadaannya.

Tanah Ulayat adalah bidang tanah yang diatasnya terdapat Hak Ulayat dari suatu masyarakat hukum tertentu. Mengenai keberadaan tanah ulayat masyarakat hukum adat yang masih ada, dinyatakan dalam peta dasar pendaftaran tanah dengan membubuhkan suatu tanda kartografi, dan apabila memungkinkan, menggambarkan batas-batasnya serta mencatatnya dalam daftar tanah. Pelepasan tanah ulayat untuk keperluan pertanian dan sebagainya, memerlukan hak guna usaha atau hak pakai. Ini dilakukan oleh masyarakat hukum adat dengan penyerahan penggunaan tanah untuk jangka waktu tertentu sehingga sesudah jangka waktu itu habis, atau sesudah tanah itu tidak digunakan atau telantar, hak guna usaha atau hak pakai yang bersangkutan dihapus. Penggunaan selanjutnya dilakukan berdasarkan persetujuan baru dari masyarakat hukum adat yang bersangkutan sepanjang hak ulayat masyarakat hukum adat itu masih ada sesuai ketentuan.

Masyarakat Hukum Adat adalah sekelompok orang yang terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum karena kesamaan tempat tinggal ataupun atas dasar keturunannya. Dapat diartikan dengan suku adalah persekutuan geneologis dari masyarakat hukum adat contohnya seperti didaerah NTT, seperti Leo di Rote, Udu di Sabu, Fukun di Belu, Wangu di Flores Timur, Woe di Ngada, Kabisu di Sumba. Hasil penelitian yang pernah dilaksanakan oleh tim peneliti dari pemerintah Propinsi Nusa Tenggra Timur dan survei yang dilaksanakan oleh tim Litbang Direktorat Jendral Agraria tahun 1974 dan hasil penelitian dari perguruan tinggi serta hasil penelitian oleh panitia pemeriksa tanah (panitia A) di seluruh kabupaten menemukan hal-hal sebagi berikut (Tanah suku di NTT, Http://www. POS KUPANG.com, 2002) :
• pertama, penguasan tanah secara komunal yang seharusnya berada dalam tangan fungsionaris adat tertentu secara ex officio, dalam kenyataan tanah-tanah tersebut telah diklaim sebagai hak milik pribadi secara turun temurun dengan mengabaikan kepentingan pihak lain, hal mana bertentangan dengan kepentingan persekutuan hukum adat tanah.
• Kedua, suku yang dimaksud adalah persekutuan geneologis, dalam kenyataan telah mengambil proses individualisasi dan disintegrasi sehingga tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai suatu persekutuan geneologis (Prof. Mr. ST. Mohamad Syah).
• Ketiga, tatanan hukum adat seperti upacara/seremoni adat yang menyangkut tanah seperti upacara membuka kebun, menanam dan panen sudah tidak dilaksanakan lagi. Sebagai contoh: di Sabu (Mesara) pada waktu dulu, mengerjakan kebun atau menanam, harus menunggu pemberitahuan dari fungsionaris adat (Moneama) melalui upacara adat. Barang siapa yang melanggar akan dikenakan sanksi seperti mengambil hewan dari masyarakat yang melanggar dan lain sebagainya. Namun saat ini sudah tidak nampak lagi.
• Keempat, tanah-tanah suku (bekas tanah suku) sudah diperjualbelikan dalam bentuk uang demi keuntungan pribadi.

Dari suatu simposium terbatas persoalan tanah suku di Nusa Tenggara Timur dan seminar hukum adat tanah dan hukum adat waris serta diskusi masalah tanah adat di Nusa Tenggara Timur (1972) menghasilkan suatu kesepakatan sikap sebagai berikut:
• pertama, bahwa tanah suku atau tanah persekutuan adat di Nusa Tenggara Timur, sudah tidak memenuhi kriteria dasar, baik me-nyangkut kelembagaan secara struktural, kewilayahan maupun pelaksanaan hak dan kewenangan yang ber-sangkutan dengan tata kehidupan anggota masyarakat hukum adat yang bersangkutan.
• Kedua, bahwa sudah terjadi disintegrasi penguasaan tanah suku di suatu pihak dan di pihak lain sudah terjadi proses individualisasi, di mana tanah suku atau bagian-bagian tanah suku sudah dikuasai dengan hak-hak perorangan.

Berdasarkan kesepakatan sikap tersebut maka telah diterima sebagai suatu konsensus regional yaitu:
1) Bahwa tanah suku yang kosong (ditelantarkan) dinyatakan dikuasai oleh negara dan digunakan untuk kepentingan pembangunan masyarakat sesuai Rencana Induk Pembangunan Daerah.
2) Bahwa tanah suku yang sudah dikuasai secara perorangan dalam arti sudah dikerjakan secara efektif dan terus menerus supaya dikonversi menjadi hak milik sesuai ketentuan peraturan yang berlaku.
Berkaitan dengan pengakuan, penghormatan dan perlindungan terhadap Hak Ulayat :
a. Sebagaimana yang diamanatkan oleh Pasal 3 UUPA, dan
b. Munculnya berbagai kasus tentang tanah Ulayat yang timbul dalam skala Regional maupun Nasional yang tidak pernah memperoleh penyelesaian secara tuntas,
c. Serta tidak adanya kriteria obyektif yang dipergunakan sebagai tolak ukur penentu keberadaan Hak Ulayat,

Maka pemerintah menetapkan suatu peraturan perundangan melalui Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan No. 5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat masyarakat Hukum Adat yang diterbitkan pada tanggal 24 Juni 1999, yang dimaksudkan sebagai pedoman bagi daerah otonom berdasarkan pada UU No. 22 Tahun 1999, untuk melakukan urusan pertanahan dan permasalahannya dalam kaitannya dengan Hak Ulayat didaerah masing-masing.

Kesimpulan :
Hak Ulayat beserta Tanah Adat yang merupakan milik dan menjadi kewenangan atas Masyarakat Adat, haruslah diakui keberadaannya oleh pemerintah dan masyarakat regional maupun nasional sesuai dengan Pasal 3 UUPA.

Keberadaannya haruslah pula dihormati sebagai bagian dari Hukum Adat yang telah lama ada sebelum negara Republik Indonesia dan UUPA terbentuk dan merupakan warisan budaya yang hampir punah keberadaannya.

Oleh karena itu, maka pemerintah berusaha melindungi Hak-Hak Ulayat tersebut melalui Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan No. 5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat masyarakat Hukum Adat, yang kemudian perlu disesuaikan/disinkronisasikan dengan UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan peraturan perundangan lainnya yang berkaitan dengan permasalahan Hak Ulayat, Tanah Ulayat, Masyarakat Adat beserta kewenangannya.